Customer Service
Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500
Fanpage
Comments
Template Information
KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Otomotif
INFO UTAMA
Pages
ADVERTISEMENT
Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com
Email kami:
maduraexposenews@gmail.com
serba - serbi
Sport
Featured Post 6
Sosial - Politik
Powered by Blogger.
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");
-
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts2\"><\/script>");
Labels:
Berita
Badan Pemeriksa Keuangan menemukan kegiatan penyelamatan sapi betina
produktif tidak efektif. Temuan itu tercantum dalam audit kegiatan
pemerintah untuk mencapai target swasembada daging sapi 2014.
Pemeriksaan dilakukan pada tahun anggaran 2010 dan semester pertama 2011 di Jakarta, Bandar Lampung, Surabaya, Makassar, dan Kupang. Menurut lembaga auditor negara ini, sejumlah kegiatan dalam program ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis, target, dan tujuan.
Contohnya adalah bantuan sosial kepada kelompok peternak Harapan Jaya di Bangkalan, Jawa Timur, untuk program restrukturisasi pakan melalui desa lumbung pakan lokal Rp 249 juta malah dibelikan 18 ekor sapi senilai Rp 126 juta. Adapun sisanya tak jelas rimbanya.
Begitu pula bantuan sosial pengembangan usaha agrobisnis oleh Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) tahun 2008 sebesar Rp 176 juta kepada Ma’hadTarbiyah Islamiyah Nurul Fikri di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dana ini malah dipinjamkan kepada yayasan untuk membiayai pembebasan tanah sebesar Rp 45 juta.
Bantuan serupa ke Pondok Pesantren Baitul Mutaqqin di Sidoarjo, Jawa Timur, digunakan untuk membeli sapi. Namun sebulan kemudian, sapi dijual dan diganti dengan ternak ayam. Pada 2006, bansos kepada Pondok Pesantren Darus Shidiqien di Lombok Tengah, NTB, ternyata digunakan untuk membeli tanah Rp 35 juta, dipinjamkan ke pihak ketiga Rp 20 juta, yang sampai saat pemeriksaan belum dikembalikan.
Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, Maskur, mengakui bantuan tunai memang berpotensi disalahgunakan. Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur, Muthowif, menambahkan, banyak pelanggaran dilakukan oleh peternak, melibatkan belantik (makelar) sapi dan petugas pendamping di lapangan. Termasuk program Sarjana Masuk Desa yang semestinya berfokus membangun desa dan memberdayakan masyarakat, “Malah ikut jualan sapi milik peternak. Ini aneh,” kata Muthowif.
Menurut anggota Komisi Pertanian dari Fraksi PDI Perjuangan, Mindo Sianipar, kelompok tani mana yang berhak menerima insentif penyelamatan sapi betina produktif ditentukan oleh Kementerian dan Dinas Pertanian. Insentif penyelamatan sapi betina produktif hanya bisa diberikan lewat mekanisme bantuan sosial karena berupa uang tunai. “Tidak ada mekanisme lain,” ujarnya.
Menteri Pertanian Suswono menyerahkan pertanggungjawaban dana kepada setiap peternak dan dinas di daerah. Jika terbukti ada kerugian negara dan peternak mampu mengembalikan dana yang hilang, menurut dia, tak jadi soal. Ia yakin sebagian peternak sapi di daerah terbukti mampu mengelola bantuan pemerintah. “Kami sedang mengevaluasi sejauh mana kontribusi terhadap peningkatan populasi sapi di daerah tersebut,” ujarnya pekan lalu.
Program ini bergulir untuk menyelamatkan sapi betina produktif dari rumah penjagalan. Dalam auditnya, BPK menemukan pula sapi betina produktif yang dipotong untuk memenuhi permintaan daging sapi.
Di Jawa Timur, selain memeriksa RPH Pegirian, badan audit negara ini pun mengecek RPH Krian di Sidoarjo dan Kepanjen di Malang. Kemudian RPH Kota Timor Tengah Utara dan pasar ternak Desa Camplong, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Di tempat-tempat tersebut, 361 ekor sapi betina produktif mati di tangan jagal pada 2009-2010. Di Nusa Tenggara Barat malah lebih parah. Pada 2010 saja,1.003 ekor sapi betina produktif dipotong. Tahun berikutnya, hingga Juli 2011, tercatat 292 ekor.
Kementerian Pertanian menyimpan data serupa. Dalam cetak biru program swasembada daging sapi 2014, disebutkan bahwa penyembelihan sapi betina produktif telah mencapai tingkat membahayakan bagi pengembangan populasi sapi nasional, yakni 200 ribu ekor per tahun. Pada 2010 saja, ada 204.196 ekor atau 11,8 persen dari total sapi yang disembelih.
Padahal negara telah melarang pemotongan sapi betina produktif melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tujuannya adalah mempertahankan ketersediaan bibit. Pelanggaran terhadap beleid itu akan dikenai sanksi denda sampai kurungan.
Menteri Pertanian juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2011 tentang Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif. Masalahnya, kebijakan itu belum ditindaklanjuti hingga level bawah. Cuma beberapa provinsi yang telah membuat aturan pelaksana, antara lain JawaTimur dan Bengkulu.
Kementerian Pertanian membuat pula pedoman penyelamatan sapi betina produktif. Isinya, antara lain, sapi betina produktif yang akan disembelih di RPH dapat diganti dengan sapi siap potong yang telah disediakan, atau dibeli dengan dana penyelamatan sapi betina produktif. Sapi milik pemerintah itu dipelihara hingga diperoleh nilai tambah, hingga nantinya bisa dijual. Hasil penjualan digunakan untuk menyelamatkan sapi betina produktif lainnya.
Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, bila terus membandel, izin rumah potong hewan yang masih menyembelih sapi betina produktif akan dicabut. Pemotongan sapi betina diperbolehkan bila sapi telah berumur lebih dari 8 tahun atau telah melahirkan lebih dari lima kali. Syarat lainnya, bila menderita cacat tubuh yang bersifat genetis, sapi betina juga tidak dilarang dipotong.
(Koran Tempo/bpk.go.id/Ist-sorotnews)
Pemeriksaan dilakukan pada tahun anggaran 2010 dan semester pertama 2011 di Jakarta, Bandar Lampung, Surabaya, Makassar, dan Kupang. Menurut lembaga auditor negara ini, sejumlah kegiatan dalam program ini tidak sesuai dengan petunjuk teknis, target, dan tujuan.
Contohnya adalah bantuan sosial kepada kelompok peternak Harapan Jaya di Bangkalan, Jawa Timur, untuk program restrukturisasi pakan melalui desa lumbung pakan lokal Rp 249 juta malah dibelikan 18 ekor sapi senilai Rp 126 juta. Adapun sisanya tak jelas rimbanya.
Begitu pula bantuan sosial pengembangan usaha agrobisnis oleh Lembaga Mandiri yang Mengakar di Masyarakat (LM3) tahun 2008 sebesar Rp 176 juta kepada Ma’hadTarbiyah Islamiyah Nurul Fikri di Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat. Dana ini malah dipinjamkan kepada yayasan untuk membiayai pembebasan tanah sebesar Rp 45 juta.
Bantuan serupa ke Pondok Pesantren Baitul Mutaqqin di Sidoarjo, Jawa Timur, digunakan untuk membeli sapi. Namun sebulan kemudian, sapi dijual dan diganti dengan ternak ayam. Pada 2006, bansos kepada Pondok Pesantren Darus Shidiqien di Lombok Tengah, NTB, ternyata digunakan untuk membeli tanah Rp 35 juta, dipinjamkan ke pihak ketiga Rp 20 juta, yang sampai saat pemeriksaan belum dikembalikan.
Kepala Dinas Peternakan Jawa Timur, Maskur, mengakui bantuan tunai memang berpotensi disalahgunakan. Ketua Paguyuban Pedagang Sapi dan Daging Segar Jawa Timur, Muthowif, menambahkan, banyak pelanggaran dilakukan oleh peternak, melibatkan belantik (makelar) sapi dan petugas pendamping di lapangan. Termasuk program Sarjana Masuk Desa yang semestinya berfokus membangun desa dan memberdayakan masyarakat, “Malah ikut jualan sapi milik peternak. Ini aneh,” kata Muthowif.
Menurut anggota Komisi Pertanian dari Fraksi PDI Perjuangan, Mindo Sianipar, kelompok tani mana yang berhak menerima insentif penyelamatan sapi betina produktif ditentukan oleh Kementerian dan Dinas Pertanian. Insentif penyelamatan sapi betina produktif hanya bisa diberikan lewat mekanisme bantuan sosial karena berupa uang tunai. “Tidak ada mekanisme lain,” ujarnya.
Menteri Pertanian Suswono menyerahkan pertanggungjawaban dana kepada setiap peternak dan dinas di daerah. Jika terbukti ada kerugian negara dan peternak mampu mengembalikan dana yang hilang, menurut dia, tak jadi soal. Ia yakin sebagian peternak sapi di daerah terbukti mampu mengelola bantuan pemerintah. “Kami sedang mengevaluasi sejauh mana kontribusi terhadap peningkatan populasi sapi di daerah tersebut,” ujarnya pekan lalu.
Program ini bergulir untuk menyelamatkan sapi betina produktif dari rumah penjagalan. Dalam auditnya, BPK menemukan pula sapi betina produktif yang dipotong untuk memenuhi permintaan daging sapi.
Di Jawa Timur, selain memeriksa RPH Pegirian, badan audit negara ini pun mengecek RPH Krian di Sidoarjo dan Kepanjen di Malang. Kemudian RPH Kota Timor Tengah Utara dan pasar ternak Desa Camplong, Kabupaten Kupang, Nusa Tenggara Timur.
Di tempat-tempat tersebut, 361 ekor sapi betina produktif mati di tangan jagal pada 2009-2010. Di Nusa Tenggara Barat malah lebih parah. Pada 2010 saja,1.003 ekor sapi betina produktif dipotong. Tahun berikutnya, hingga Juli 2011, tercatat 292 ekor.
Kementerian Pertanian menyimpan data serupa. Dalam cetak biru program swasembada daging sapi 2014, disebutkan bahwa penyembelihan sapi betina produktif telah mencapai tingkat membahayakan bagi pengembangan populasi sapi nasional, yakni 200 ribu ekor per tahun. Pada 2010 saja, ada 204.196 ekor atau 11,8 persen dari total sapi yang disembelih.
Padahal negara telah melarang pemotongan sapi betina produktif melalui Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Tujuannya adalah mempertahankan ketersediaan bibit. Pelanggaran terhadap beleid itu akan dikenai sanksi denda sampai kurungan.
Menteri Pertanian juga telah menerbitkan Peraturan Menteri Pertanian Nomor 35 Tahun 2011 tentang Pengendalian Ternak Ruminansia Betina Produktif. Masalahnya, kebijakan itu belum ditindaklanjuti hingga level bawah. Cuma beberapa provinsi yang telah membuat aturan pelaksana, antara lain JawaTimur dan Bengkulu.
Kementerian Pertanian membuat pula pedoman penyelamatan sapi betina produktif. Isinya, antara lain, sapi betina produktif yang akan disembelih di RPH dapat diganti dengan sapi siap potong yang telah disediakan, atau dibeli dengan dana penyelamatan sapi betina produktif. Sapi milik pemerintah itu dipelihara hingga diperoleh nilai tambah, hingga nantinya bisa dijual. Hasil penjualan digunakan untuk menyelamatkan sapi betina produktif lainnya.
Menurut Direktur Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan Kementerian Pertanian, Syukur Iwantoro, bila terus membandel, izin rumah potong hewan yang masih menyembelih sapi betina produktif akan dicabut. Pemotongan sapi betina diperbolehkan bila sapi telah berumur lebih dari 8 tahun atau telah melahirkan lebih dari lima kali. Syarat lainnya, bila menderita cacat tubuh yang bersifat genetis, sapi betina juga tidak dilarang dipotong.
(Koran Tempo/bpk.go.id/Ist-sorotnews)
FASHION
© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
www.infomadura.com|Toko Online Madura