Mengapa Berbelanja di Infomadura.com?Aman, banyak pilihan dan terpercaya

Customer Service

Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500

Fanpage

InfoMadura.com | Media Bersama | Kebanggaan Indonesia

Dapatkan kemudahan Bertransaksi Online di infomadura.com

Comments

Template Information

KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Nasional || | WORD NEWS

Otomotif

Blak-Blakan
KDRT
AURA WISATA

INFO UTAMA

Pedoman Media Siber

Trending Topic

Travelers Choice Beaches 2014

Pages

ADVERTISEMENT

Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com Email kami: maduraexposenews@gmail.com

serba - serbi

Sport

Fokus Jatim

Entertainment


Featured Post 6

Press Realise

Sosial - Politik


Powered by Blogger.
Kartini-Kartini di Era Globalisasi Catatan Seputar Wanita Kita|manusia...

Inilah Awal Kehancuran Indonesia Sebagai Negara Agraris

Sejak jaman dahulu Indonesia dikenal sebagai negara pertanian atau negara agraris. Namun sejak jaman dulu pula hingga jaman sekarang, jika anak-anak Indonesia ditanya apakah cita-citanya kelak, pasti tidak ada satu anak pun yang menjawab:  “Menjadi petani”.
Begitu juga dengan para orang tua yang mempunyai anak, biasanya para orang tua mengharapkan anaknya sekolah setinggi mungkin agar kelak bekerja di kantor, dan bukan bekerja di sawah atau kebun.
Jika ada siswa di sekolah yang seragamnya selalu dekil atau kotor karena si anak suka main bola atau berlari-larian saat jam istirahat, maka ada guru atau orang tua siswa yang menasehati seperti ini: “Anak sekolah kok bajunya kotor dan bau keringat, seperti habis mencangkul di sawah saja! Memangnya kalau kamu besar nanti mau jadi petani?”
Wow, sedih saya mendengarnya. Apa salahnya jadi petani? Apakah pekerjaan petani bukan merupakan cita-cita atau pekerjaan yang patut dibanggakan?
Menarik untuk dikaji lebih dalam bahwa ternyata baju sekolah yang serba seragam berdampak secara tidak langsung untuk menjauhkan cara pandang anak-anak yang hidup di negeri agraris ini dari bidang pertanian.
Baju atau kemeja seragam sekolah yang umumnya serba putih identik dengan cara berpakaian orang-orang yang bekerja di kantor. Ini bisa menjadi semacam sinyal di otak masyarakat bahwa sekolah tempat melatih anak-anak untuk berpakaian rapih agar jika nanti bekerja di kantor  sudah terbiasa memakai baju bersih serta wangi.
Dalam memilih jurusan di Perguruan Tinggi pun ada label yang melekat bahwa seolah-olah kuliah jadi insinyur jurusan arsitektur lebih keren dan hebat ketimbang jadi insinyur pertanian.
Sungguh ironi. Indonesia yang dikenal sebagai negeri agraris justru memposisikan pekerjaan sebagai petani adalah pekerjaan atau cita-cita yang kurang populer dan dipandang hanya sebelah mata.
Mulai sejak pendidikan dasar hingga menengah, muatan kurikulum tentang dunia pertanian masih terasa minim dan bahkan sangat kurang. Kalau pun ada hanya sebatas teori.
Banyak yang menganggap mempelajari seluk-beluk pertanian untuk siswa yang berdomisili di kota tidak tepat sasaran. Saya kurang setuju dengan cara pandang yang sempit seperti ini. Sebab sesungguhnya, bercocok tanam tidak selalu membutuhkan lahan yang luas. Di perkotaan sudah banyak masyarakat yang secara individu mampu menyediakan kebutuhan pangan sehari-hari secara mandiri dengan memanfaatkan pekarangan rumah yang tidak luas. Di lahan sempit kita bisa menggunakan media pot untuk menanam berbagai jenis sayur mayur dan bumbu dapur.
Bahkan, ada yang lebih mencengangkan saya lagi ketika sebuah stasiun televisi swasta menampilkan profil seorang warga perkotaan yang berhasil menanam padi pada pot-pot (sebesar ember bak cucian baju). Kalau tidak salah ingat, hanya dalam tempo tiga bulan maka enam pot berisi berderet-deret pohon padi tersebut bisa di panen. Hasilnya adalah sebanyak lima kilogram beras yang siap di konsumsi untuk keluarga tercinta. Jadi dengan kenyataan ini maka sudah selayaknya pendidikan bercocok tanam sederhana harus segera digalakkan dari ujung kota hingga pelosok desa. Bukankan kita adalah negara agraris?
Bayangkan saja, jika di Indonesia tidak ada seorang pun yang bercita-cita jadi petani (jadi petani kaya), maka sudah dapat dipastikan lambat laun gelar Indonesia sebagai negara agraris atau negara pertanian harus berakhir.
Segala macam kebutuhan pangan yang sesungguhnya bisa tumbuh subur di Indonesia terpaksa harus dibeli dari negara tetangga atau bahkan sampai ke Eropa. Akibatnya harga pangan jadi tidak terjangkau dan kelaparan terjadi di mana-mana.
Mari kita lihat di sekitar kita. Saat ini berapa banyak kawan atau kenalan yang kita kenal ternyata dahulu orang tua atau kakeknya adalah petani tulen. Ternyata kawan kita ini tidak meneruskan profesi orang tuanya atau kakeknya sebagai petani. Kawan-kawan kita sukses dalam bidang yang sangat jauh dari dunia pertanian, ada yang jadi tentara, polisi, bidan, pedagang, pegawai negeri/swasta, dokter, dan lain sebagainya.
Sayangnya, keberhasilan seorang petani saat ini ukurannya bukan lagi pada hasil pertaniannya. Para petani dianggap telah menjadi petani yang sukses jika mampu menyekolahan anak setinggi-tingginya dan akhirnya si anak bekerja di kantor.
Lalu ke mana tanah warisan di kampung yang semula dijadikan lahan pertanian itu? Ya kalau tidak dijual biasanya bagi-bagi kepada ahli warisnya untuk dijadikan rumah tinggal.
Wah, kalau melarang anak-anak petani bercita-cita menjadi dokter, insinyur, artis, wartawan, dan lain-lain rasanya tidak etis karena melanggar Hak Asasi Manusia. Namun yang terpenting adalah setelah sekolah tinggi jangan malu ikut mencangkul di sawah atau di kebun. Jadikan bertani sebagai hobi yang mendatangkan uang. Bukankah bercocok tanam bisa dilakukan disela-sela kegiatan lainnya. Jadi petani intelek harus dijadikan sebagai gaya hidup yang baru.
Cara pandang buruk terhadap profesi petani yang menganggap bahwa petani sebagai profesi yang tidak mempunyai masa depan ini juga dipicu oleh kenyataan yang kelam dalam dunia pertanian di tanah air.
Hasil kerja para petani tidak dihargai secara layak oleh sistem yang selama ini sudah terbentuk. Tengkulak dan orang-orang berduit dari kota seenaknya saja membeli hasil produksi petani dengan harga sangat murah. Akibatnya harkat dan derajat hidup para petani tidak juga terangkat sehingga selalu hidup di bawah garis kemiskinan.
Keadaan yang runyam semacam ini semakin membuat banyak orang yang sudah ancang-ancang kaki untuk meninggalkan lahan pertanian. Maka arus urbanisasi dari desa ke kota, terutama Jakarta kian tahun kian tidak bisa dibendung.
Jadi sebenarnya pengangguran yang selalu bertambah di Indonesia akan sulit di atasi jika pemerintah setengah hati membenahi keadaan pertanian di tanah air.
Jangan-jangan nanti Indonesia tidak lagi dikenang sebagai negara agraris tetapi sebagai negara pengemis dana bantuan dunia atau sebagai negara yang rajin mencari pinjaman hutang luar negeri. Gali lubang, tutup lubang. (Puri Areta/kompasiana)

PEMESANAN : Inilah Awal Kehancuran Indonesia Sebagai Negara Agraris

NAMA PRODUK :

Inilah Awal Kehancuran Indonesia Sebagai Negara Agraris


CARA PEMESANAN :

Untuk Pembelian Atau Pemesanan Bisa Melalui Telepon Langsung Atau Untuk Pemesanan Cepat Dengan Hanya SMS Customer Service Kami.

No. Operator Call Center Yang Bisa Dihubungi
SIMPATI 0813 - XXXXXXXX
XL AXIATA 0819 - XXXXXXX
PIN BB BBM ANDA

Pemesanan Luar Kota / Luar Pulau / Luar Negeri Bisa Transfer Di Rekening Kami

No.
Bank
No. Rekening
Atas Nama
1
No. Rekening
Pemilik Rekening
2
No. Rekening
Pemilik Rekening
3
No. Rekening
Pemilik Rekening
4
No. Rekening
Pemilik Rekening
Atau Pengiriman Uang Via Wesel Dan Western Union ( Untuk Luar Negeri ) Dan Setelah Anda Transfer Bisa Konfirmasikan Kembali Kepada Kami Via SMS Dengan Menyertakan Nama Lengkap, Alamat Lengkap, Produk Yang Anda Pesan, Jumlah Pembayaran, Bank Tujuan.

CONTOH FORMAT PEMESANAN :


An. Dul Kemplu, Jl. Lintas Akherat No.17 Rt 05/06, Kec. Sehat Kel. Tentram Kab. Bahagia Dunia Akherat Kode Pos 42443 Hp. 0813 XXXXXX, Inilah Awal Kehancuran Indonesia Sebagai Negara Agraris ( Paket Terbungkus Rapi Demi Menjaga Privasi Anda ), Rp. 50.000,- Bank BNI

JASA PEMESANAN :


Uang Masuk Pesanan Langsung Kami Kirim Hari Itu Juga Melalui Jasa Pengiriman :

toko online produk berkualitas dengan harga murah dan pelayanan cepat

Sesuai Kesepakatan Dalam 1-6 Hari Sampai Ditempat anda ( Tergantung Alamat Anda ) dan Kami Pastikan Pesanan Kami Kirim Sesuai Pesanan Anda Dan Alamat Tujuan Anda,
dan setelah Pesanan kami kirim akan segera kami konfirmasikan no. resinya kepada anda, dan anda bisa cek langsung pengiriman barang anda di JNE ONLINE Dan TIKI ONLINE atau POS INDONESIA
Ongkos Kirim Sesuai Daerah Anda :

Rp. 10.000 - Rp. 20.000 Untuk Daerah Pulau Jawa.
Rp. 30.000 - Rp. 50.000 Untuk Daerah Luar Pulau Jawa.
Rp. 50.000 - Rp. 100.000 Untuk Daerah Papua Dan Sekitarnya.
(Tergantung Berat Barang)

Apabila Barang Tidak Kami Kirim Dalam 2 Hari, 100% Uang Anda Kami Kembalikan.

Terima Kasih atas kepercayaannya membeli produk berkualitas kami
.:: TONNY JUALAN ::.

Technology

Jejak Kasus

FASHION


© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
ENTERTAINMENT

Teknologi

ss