Pedoman Media Siber
Hal itu pula yang terlihat saat Aryo mengisi acara pengajian Isra' Mi'raj yang digelar Jamiyah Diba' Kubro, Sabtu (24//5/2013) malam, di Desa Pesanggragan, Kecamatan Gudo. Ceramah yang disampaikan Aryo mampu memukau ratusan pengunjung yang hadir. Bukan itu saja, sesekali anak pertama dari dua bersaudara ini juga melontarkan guyonan segar layaknya orang dewasa. Jika sudah demikian, maka para pengunjung pun terpingkal-pingkal.
Layaknya seorang dai, malam itu Aryo mengenakan peci warna putih. Tubuhnya dibalut jas mini warna hitam. Sedangkan bawahannya, Aryo mengenakan sarung warna putih. Menariknya, karena tinggi badan yang tidak seimbang dengan ukuran panggung, Aryo harus digendong ibunya saat naik ke atas panggung itu. Sejurus kemudian dia mengucapkan salam dengan fasih.
Saat asyik ceramah, gestur tubuh bocah ini juga sangat mendukung. Ketika nada bicaranya meninggi, tangan kannya diangkat dalam kondisi mengepal. "Anak-anak jaman sekarang jangan hanya hafal lagu Ariel, dan Sagita Asolole. Tapi harus juga rajin mengaji," katanya yang disambut ger-geran pengunjung.
Pada akhir ceramah, anak pasangan Dimas Cokro Pamungkas - Marvyolan Agustine, ini menutupnya dengan doa. Di atas panggung berukuran besar itu, dia duduk bersimpuh, matanya terpejam, dan mulutnya dengan fasih membaca doa. Praktis, ratusan pasang mata yang menyaksikan penampilannya hanya berdecak kagum sambil mengamini.
Kemampuan dakwah dai cilik ini ternyata tidak muncul secara tiba-tiba. Semua itu berkat ketelatenan kedua orang tuanya dalam mendampinginya belajar. "Selain itu, dia juga kerap kami ikutkan lomba dai cilik baik tingkat lokal maupun nasional. Kalau di Jombang sudah sering juara satu," kata Dimas Cokro Panungkas, orang tua Aryo, Minggu (25/5/2013).
Dimas menceritakan, sejak dalam gendongan Aryo sudah sering mendengar ceramah agama. Maklum saja, keluarga besar Dimas memang para pendakwah. Sehingga, mendengar orang belajar ceramah sudah menjadi santapan sehari-hari warga Desa Wangkalkepuh ini. Namun denagan itu, lanjut Dimas, saja tidak cukup.
Ketika Aryo menginjak usia dua tahun, ia dan istrinya mulai rajin mendampingi sang anak. Mengajari teori-teori berceramah di hadapan khalayak. Selain itu juga memberikan materi-materi yang akan diangkat dalam ceramah itu sendiri.
Walhasil, pada usia tiga tahun, dia sudah berani naik panggung. Untuk lebih mengasah mental, Aryo juga diikutkan sejumlah lomba ceramah dai cilik. Penghargaan dan piala pun mengalir deras kepadanya. "Pernah dia mendapatkan juara tiga, padahal saat itu belum sekolah. Sedangkan yang juara satu dan dua bocah yang sudah duduk di kelas enam SD," kata Dimas bangga.
Dimas juga mengatakan, saat ini anaknya kerap mendapatkan undangan ceramah. Mulai acara pemgajian di sekolah hingga pengajian tingkat kabupaten. Karena itu pula Ryo semakin lihai berimprovisasi di panggung. "Pernah suatu kali, Aryo menangis saat ceramah. Dia cukup menghayati dengan materi yang disampaikan, yakni soal hari kiamat," pungkas pri berkulit putih ini. [air/suf/bjt]
Teknologi
