Customer Service
Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500
Fanpage
Comments
Template Information
KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Otomotif
INFO UTAMA
Pages
ADVERTISEMENT
Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com
Email kami:
maduraexposenews@gmail.com
serba - serbi
Sport
Featured Post 6
Sosial - Politik
Powered by Blogger.
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");
-
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts2\"><\/script>");
Apa perasaan anda jika jadi orang Madura seperti saya? Hehehe..
jawabannya pasti tergantung pengetahuan dan pola pikir anda tentang
Madura. Saya sendiri walau asli Madura tetapi masih tetap lebih senang
disebut orang Indonesia untuk tidak terjebak pada kebanggaan sukuisme
sempit yang tidak ada manfaatnya. Demi menjadi Orang Indonesia yang
paling Indonesia.
Masyarakat umum menilai orang Madura sebagai orang yang keras, pemarah, pemberani, suka carok — duel dengan celurit (senjata khas Madura mirip sabit), dan kurang berpendidikan. Berbagai stigma negatif tersebut muncul karena perilaku orang Madura sendiri yang terkadang ’sok jagoan’.
Saat saya masih kuliah dan kos dulu, sering kali mahasiswa Madura bentrok fisik dengan orang dari berbagai suku hanya karena masalah sepele khas anak muda. Akibatnya saat saya pindah kos baru, kebetulan yang menerima di kos baru tersebut anak pemilik kos, sedangkan ibunya belum tahu. Saat ibu kos tahu saya orang Madura, si ibu kos memarahi anaknya karena menerima saya tinggal di kosnya. Namun setelah berjalan 1 minggu dan si ibu kos sudah mengenal baik watak dan perilaku saya, akhirnya si ibu kos terbuka dan bilang ke saya begini, “Waduh Mas, saya itu dulu takut sama Mas Choiron karena jenengan orang Madura, tapi ternyata kok beda ya”. Sayapun tertawa bersama teman-teman kos lain mendengar celetukan ibu kos tersebut. Seorang teman nyeletuk “Iya bu, Mas Choiron ini orang Solonya Madura,” merujuk pada perilaku halus orang Jawa Solo yang lembut dalam bertutur kata.
Pengalaman serupa terulang kembali saat saya mau menikahi pacar saya. Calon Ibu Mertua dan keluarganya yang notabene orang Jawa, kurang setuju dengan alasan “Orang Madura itu kasar dan tukang carok”. Namun karena Bapak Mertua mendukung penuh pernikahan kami, akhirnya sampai hari ini saya sudah menghasilkan 1 putra dan 1 putri dan pernikahan campuran Jawa - Madura. Lucunya, anak-anak kami tidak bisa bahasa Madura maupun bahasa Jawa karena bahasa ibu mereka adalah bahasa Indonesia, jadilah mereka generasi Indonesia selanjutnya yang paling Indonesia.
Namun pandangan positif tentang orang Madura juga sempat saya dapatkan dari berbagai pembicara seminar dan pendapat teman-teman saya. Mereka bilang orang Madura itu ulet dalam berdagang diibaratkan seperti orang keturunan (Cina) yang ulet dalam berdangan. Selain itu masih menurut mereka, orang Madura juga taat beragama dan jumlah terbesar jemaah haji di Jawa dari Pulau Madura.
Pandangan positif tentang orang Madura tersebut juga ditunjang dengan adanya beberapa tokoh nasional asal Madura yang sukses. Sebut saja Jendral (purn) R. Hartono (KSAD), Mayjen Nono Sampono (Dankomar), Didik J. Rachbini (akademisi) dan Prof. Mahfud MD (Ketua MK). Nama terakhir ini yang membuat saya juga bangga dengan prestasinya, selain karena beliau masih mempertahankan logat Maduranya saat berbicara di ruang publik.
Namun orang Madura juga dikenal sebagai masyarakat yang konyol karena banyak akal dan cerdik, sehingga sering menjadi bahan lelucon. Cari saja berbagai buku humor, pasti Anda akan mendapatkan beberapa buku “Mati Ketawa ala Madura” yang berisi berbagai kekonyolan yang dilakukan oleh orang Madura.
Bahkan dalam sebuah kesempatan, (Alm) Gus Dur, beberapa kali melontarkan ‘guyonan’ tentang orang Madura.
Ceritanya ada seorang tukang becak asal Madura yang pernah dipergoki oleh polisi ketika melanggar rambu “becak dilarang masuk”. Tukang becak itu masuk ke jalan yang ada rambu gambar becak disilang dengan garis hitam yang berarti jalan itu tidak boleh dimasuki oleh becak.
“Apa kamu tidak melihat gambar itu? Itu kan gambar becak tak boleh masuk jalan ini,” bentak pak polisi. “Oh saya melihat pak, tapi itu kan gambarnya becak kosong, tidak ada pengemudinya. Becak saya kan ada yang mengemudi, tidak kosong berarti boleh masuk,” jawab si tukang becak.
“Bodoh, apa kamu tidak bisa baca? Di bawah gambar itu kan ada tulisan bahwa becak dilarang masuk,” bentak pak polisi lagi.
“Tidak pak, saya tidak bisa baca, kalau saya bisa membaca maka saya jadi polisi seperti sampeyan, bukan jadi tukang becak seperti ini,” jawab si tukang becak sambil cengengesan. (choiron)
Masyarakat umum menilai orang Madura sebagai orang yang keras, pemarah, pemberani, suka carok — duel dengan celurit (senjata khas Madura mirip sabit), dan kurang berpendidikan. Berbagai stigma negatif tersebut muncul karena perilaku orang Madura sendiri yang terkadang ’sok jagoan’.
Saat saya masih kuliah dan kos dulu, sering kali mahasiswa Madura bentrok fisik dengan orang dari berbagai suku hanya karena masalah sepele khas anak muda. Akibatnya saat saya pindah kos baru, kebetulan yang menerima di kos baru tersebut anak pemilik kos, sedangkan ibunya belum tahu. Saat ibu kos tahu saya orang Madura, si ibu kos memarahi anaknya karena menerima saya tinggal di kosnya. Namun setelah berjalan 1 minggu dan si ibu kos sudah mengenal baik watak dan perilaku saya, akhirnya si ibu kos terbuka dan bilang ke saya begini, “Waduh Mas, saya itu dulu takut sama Mas Choiron karena jenengan orang Madura, tapi ternyata kok beda ya”. Sayapun tertawa bersama teman-teman kos lain mendengar celetukan ibu kos tersebut. Seorang teman nyeletuk “Iya bu, Mas Choiron ini orang Solonya Madura,” merujuk pada perilaku halus orang Jawa Solo yang lembut dalam bertutur kata.
Pengalaman serupa terulang kembali saat saya mau menikahi pacar saya. Calon Ibu Mertua dan keluarganya yang notabene orang Jawa, kurang setuju dengan alasan “Orang Madura itu kasar dan tukang carok”. Namun karena Bapak Mertua mendukung penuh pernikahan kami, akhirnya sampai hari ini saya sudah menghasilkan 1 putra dan 1 putri dan pernikahan campuran Jawa - Madura. Lucunya, anak-anak kami tidak bisa bahasa Madura maupun bahasa Jawa karena bahasa ibu mereka adalah bahasa Indonesia, jadilah mereka generasi Indonesia selanjutnya yang paling Indonesia.
Namun pandangan positif tentang orang Madura juga sempat saya dapatkan dari berbagai pembicara seminar dan pendapat teman-teman saya. Mereka bilang orang Madura itu ulet dalam berdagang diibaratkan seperti orang keturunan (Cina) yang ulet dalam berdangan. Selain itu masih menurut mereka, orang Madura juga taat beragama dan jumlah terbesar jemaah haji di Jawa dari Pulau Madura.
Pandangan positif tentang orang Madura tersebut juga ditunjang dengan adanya beberapa tokoh nasional asal Madura yang sukses. Sebut saja Jendral (purn) R. Hartono (KSAD), Mayjen Nono Sampono (Dankomar), Didik J. Rachbini (akademisi) dan Prof. Mahfud MD (Ketua MK). Nama terakhir ini yang membuat saya juga bangga dengan prestasinya, selain karena beliau masih mempertahankan logat Maduranya saat berbicara di ruang publik.
Namun orang Madura juga dikenal sebagai masyarakat yang konyol karena banyak akal dan cerdik, sehingga sering menjadi bahan lelucon. Cari saja berbagai buku humor, pasti Anda akan mendapatkan beberapa buku “Mati Ketawa ala Madura” yang berisi berbagai kekonyolan yang dilakukan oleh orang Madura.
Bahkan dalam sebuah kesempatan, (Alm) Gus Dur, beberapa kali melontarkan ‘guyonan’ tentang orang Madura.
Ceritanya ada seorang tukang becak asal Madura yang pernah dipergoki oleh polisi ketika melanggar rambu “becak dilarang masuk”. Tukang becak itu masuk ke jalan yang ada rambu gambar becak disilang dengan garis hitam yang berarti jalan itu tidak boleh dimasuki oleh becak.
“Apa kamu tidak melihat gambar itu? Itu kan gambar becak tak boleh masuk jalan ini,” bentak pak polisi. “Oh saya melihat pak, tapi itu kan gambarnya becak kosong, tidak ada pengemudinya. Becak saya kan ada yang mengemudi, tidak kosong berarti boleh masuk,” jawab si tukang becak.
“Bodoh, apa kamu tidak bisa baca? Di bawah gambar itu kan ada tulisan bahwa becak dilarang masuk,” bentak pak polisi lagi.
“Tidak pak, saya tidak bisa baca, kalau saya bisa membaca maka saya jadi polisi seperti sampeyan, bukan jadi tukang becak seperti ini,” jawab si tukang becak sambil cengengesan. (choiron)
FASHION
© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
www.infomadura.com|Toko Online Madura