Customer Service
Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500
Fanpage
Comments
Template Information
KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Otomotif
INFO UTAMA
Pages
ADVERTISEMENT
Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com
Email kami:
maduraexposenews@gmail.com
serba - serbi
Sport
Featured Post 6
Sosial - Politik
Powered by Blogger.
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");
-
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts2\"><\/script>");
Tanggal 18 Desember
lalu Undang-Undang (UU) Desa secara resmi telah disahkan oleh DPR RI. UU yang
begitu dinantikan oleh banyak stakeholder desa akhirnya rampung dan menjadi
payung hukum perbaikan desa. UU desa muncul layaknya pahlawan perubahan desa di
Indonesia.
![]() |
Anggota DPR RI, Dewi Aryani |
Anggota DPR RI, Dewi
Aryani mengatakan, UU ini dibuat dengan tujuan tercapainya pembangunan desa
yang lebih baik, karena UU ini akan menjadi dasar kebijakan wewenang bagi para
kepala desa untuk melakukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi pembangunan
desa.
Diterangkan oleh Dewi Aryani, UU Desa secara spesifik mengatur setidaknya tentang lima hal, yakni Pembangunan Desa; Keuangan, Aset, dan BUM Desa; Pembangunan Kawasan Perdesaan; Kerjasama antar Desa; serta Lembaga Kemasyarakatan Desa.
Pendapatan desa, lanjutnya, dari APBN menjadi lebih besar dengan adanya UU Desa. Pasal 27 dalam UU Desa menyebutkan bahwa desa akan memperoleh 10 persen dari alokasi dana transfer ke daerah, 10 persen dari Pajak dan Retribusi Daerah, 10 persen dari Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil, Dana Bantuan dari APBD Provinsi atau Kabupaten, dan Hibah atau Sumbangan yang tidak mengikat pihak ketiga.
"Maka dapat dibayangkan seberapa besar pendapatan yang diterima oleh setiap desa di Indonesia. Bahkan jika dilakukan perhitungan prediksi secara kasar, pendapatan untuk desa pada tahun mendatang akan mencapai angka triliunan." Kata Dewi Aryani saat dihubungi Seruu.com, Jumat (27/12/2013).
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, jika sungguh-sungguh diterapkan sesuai tujuan, maka UU Desa akan mampu menciptakan perubahan dalam pembangunan desa. Pendapatan desa ibarat modal pembangunan.
"Dengan adanya pendapatan desa dengan nominal yang besar, pembangunan akan mencapai titik yang optimal." Tegasnya.
Namun, tambahnya, dampak negatif juga harus diantisipasi sejak dini. Pembangunan desa yang optimal dapat tercapai jika perangkat desa menerapkan sistem birokrasi bersih dan melayani.
Penerapan birokrasi bersih dan melayani ini adalah salah satu elemen pendukung keberhasilan implementasi UU Desa. Kepala desa tentu menjadi penentu utama dalam penerapan faktor pendukung pertama ini, terlebih dalam hal pengelolaan dana pendapatan desa. Kepala desa tidak boleh menggunakan wewenangnya tanpa batas dalam hal ini.
"Adapun yang dapat dilakukan untuk mencapai birokrasi yang bersih dan melayani adalah penerapan unsur-unsur transparansi, akuntabilitas, serta perubahan mindset aparatur desa." Tukasnya.
Selain itu, Dewi menegaskan, perangkat desa, terutama kepala desa, tidak boleh merasa menjadi seperti raja bagi rakyat desa. Mereka harus mengubah mindset yang ada, bahwa aparatur desa itu adalah pelayan rakyat.
"Mereka seharusnya melayani rakyat desa, bukan minta dilayani. Lebih dari itu, untuk mewujudkan birokrasi bersih dan melayani pun, aparatur desa tidak boleh bersenang-senang di atas penderitaan rakyat desa, sementara sumber pendapatan desa sudah jauh lebih besar." Pungkasnya.
Seorang kepala desa, lanjutnya, tidak bisa sekedar menjalankan tugasnya sebagai pelaksana UU Desa tanpa disertai kemampuan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kriteria-kriteria di atas.
Dewi melihat, kesalahan yang paling sering terjadi dalam pembuatan kebijakan di desa adalah tidak memperhatikan karakter masyarakat dan kondisi lingkungan desa tersebut yang merupakan kebutuhan mereka.
"Masyarakat desa seringkali dijadikan objek pembangunan, padahal seharusnya, mereka adalah subjek pembangunan desa." Tandasnya. (Cesare/Seruu)
Diterangkan oleh Dewi Aryani, UU Desa secara spesifik mengatur setidaknya tentang lima hal, yakni Pembangunan Desa; Keuangan, Aset, dan BUM Desa; Pembangunan Kawasan Perdesaan; Kerjasama antar Desa; serta Lembaga Kemasyarakatan Desa.
Pendapatan desa, lanjutnya, dari APBN menjadi lebih besar dengan adanya UU Desa. Pasal 27 dalam UU Desa menyebutkan bahwa desa akan memperoleh 10 persen dari alokasi dana transfer ke daerah, 10 persen dari Pajak dan Retribusi Daerah, 10 persen dari Dana Alokasi Umum dan Dana Bagi Hasil, Dana Bantuan dari APBD Provinsi atau Kabupaten, dan Hibah atau Sumbangan yang tidak mengikat pihak ketiga.
"Maka dapat dibayangkan seberapa besar pendapatan yang diterima oleh setiap desa di Indonesia. Bahkan jika dilakukan perhitungan prediksi secara kasar, pendapatan untuk desa pada tahun mendatang akan mencapai angka triliunan." Kata Dewi Aryani saat dihubungi Seruu.com, Jumat (27/12/2013).
Politisi PDI Perjuangan ini menilai, jika sungguh-sungguh diterapkan sesuai tujuan, maka UU Desa akan mampu menciptakan perubahan dalam pembangunan desa. Pendapatan desa ibarat modal pembangunan.
"Dengan adanya pendapatan desa dengan nominal yang besar, pembangunan akan mencapai titik yang optimal." Tegasnya.
Namun, tambahnya, dampak negatif juga harus diantisipasi sejak dini. Pembangunan desa yang optimal dapat tercapai jika perangkat desa menerapkan sistem birokrasi bersih dan melayani.
Penerapan birokrasi bersih dan melayani ini adalah salah satu elemen pendukung keberhasilan implementasi UU Desa. Kepala desa tentu menjadi penentu utama dalam penerapan faktor pendukung pertama ini, terlebih dalam hal pengelolaan dana pendapatan desa. Kepala desa tidak boleh menggunakan wewenangnya tanpa batas dalam hal ini.
"Adapun yang dapat dilakukan untuk mencapai birokrasi yang bersih dan melayani adalah penerapan unsur-unsur transparansi, akuntabilitas, serta perubahan mindset aparatur desa." Tukasnya.
Selain itu, Dewi menegaskan, perangkat desa, terutama kepala desa, tidak boleh merasa menjadi seperti raja bagi rakyat desa. Mereka harus mengubah mindset yang ada, bahwa aparatur desa itu adalah pelayan rakyat.
"Mereka seharusnya melayani rakyat desa, bukan minta dilayani. Lebih dari itu, untuk mewujudkan birokrasi bersih dan melayani pun, aparatur desa tidak boleh bersenang-senang di atas penderitaan rakyat desa, sementara sumber pendapatan desa sudah jauh lebih besar." Pungkasnya.
Seorang kepala desa, lanjutnya, tidak bisa sekedar menjalankan tugasnya sebagai pelaksana UU Desa tanpa disertai kemampuan untuk membuat kebijakan yang sesuai dengan kriteria-kriteria di atas.
Dewi melihat, kesalahan yang paling sering terjadi dalam pembuatan kebijakan di desa adalah tidak memperhatikan karakter masyarakat dan kondisi lingkungan desa tersebut yang merupakan kebutuhan mereka.
"Masyarakat desa seringkali dijadikan objek pembangunan, padahal seharusnya, mereka adalah subjek pembangunan desa." Tandasnya. (Cesare/Seruu)
FASHION
© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
www.infomadura.com|Toko Online Madura