Customer Service
Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500
Fanpage
Comments
Template Information
KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Otomotif
INFO UTAMA
Pages
ADVERTISEMENT
Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com
Email kami:
maduraexposenews@gmail.com
serba - serbi
Sport
Featured Post 6
Sosial - Politik
Powered by Blogger.
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");
-
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts2\"><\/script>");
Labels:
internews,
Nasion,
timur tengah
Pelanggaran HAM Serius Densus 88 Di Poso: Komisi III DPR-RI Tidak Serius
Oleh; Harits Abu Ulya
Pemerhati Kontra-Terorisme & Direktur CIIA
(The Community Of Ideological Islamic Analyst)
Desakan
evaluasi kinerja Densus 88 dan BNPT menggelinding makin besar. Hampir
semua komponen (kelompok) umat Islam mendukung langkah ini, bahkan
kelompok yang selama ini dianggap cukup “moderat” juga ambil sikap.
Tokoh
ormas dan MUI juga bergerak, bahkan mendatangi Mabes Polri dan
menayangkan video bukti perilaku Densus 88 yang tidak pada tempatnya.
Komisi III DPR-RI juga kerap disambangi oleh beragam kelompok untuk
menggugat eksistensi Densus 88, hingga muncul wacana dan rencana
pembentukan Panja untuk kasus kebiadaban Densus 88.
Di sisi
lain, Komnas HAM juga turun tangan melakukan pemantauan dan investigasi
terkait penanganan terorisme oleh Densus 88 dibeberapa daerah mulai dari
Poso, Dompu-Bima, Makassar dan Solo.
Bahkan
secara spesifik melakukan investigasi terkait kebenaran isi video
kekerasan Densus 88 di Poso 22 Januari 2007.Dan kemudian mengeluarkan
pernyataan (18 Maret 2013) yang berisi 8 (delapan) rekomendasi kepada
Mabes Polri dan beberapa pihak terkait.
Lantas bagaimana action
Komisi III DPR-RI untuk menindak lanjuti temuan Komnas HAM dan desakan
berbagai pihak untuk evaluasi kinerja Densus 88 dan BNPT? Sementara
kesabaran berbagai komponen umat Islam yang direpresentasikan oleh para
tokohnya sudah menipis.
Mereka
sudah sampai kesimpulan Densus 88 dan BNPT perlu di bubarkan, minimal
dilakukan evaluasi seluruh kinerja dan keuangan mereka.
Di sini
kita mencoba melihat secara obyektif, benarkah wakil rakyat itu wakil
partai dan serius mengadvokasi rakyat yang terdzalimi. Atau sebaliknya
kita akan melihat bahwa wakil rakyat hanyalah tangan panjang kepentingan
politik tertentu. Orang-orang opuntunir yang demikian mudah menari
diatas derita rakyat jelata
Rencana
Komisi III DPR akan turun ke Poso sudah banyak pihak mengetahui, tanggal
1-3 April adalah pilihan waktunya. Terkait kunjungan ini, Kapolda
Sulteng Brigjen (pol) Dewa Parsana menyampaikan kondisi keamanan Poso
tidak kondusif. Namun kondisi versi Kapolda ini tidak menyurutkan
rencana kunjungan DPR-Komisi III, mereka akhirnya mendarat di Palu dan
Senen, 1 April 2013 rombongan sudah berada di kota Palu.
Kenapa Tidak ke Poso?
Dari
penulusuran CIIA terkait agenda Komisi III di Palu; rombongan Komisi III
di pimpin oleh al Muzammil Yusuf, Anggota; Adang Darajatun, Ruhut
Sitompul, Imam Suroso, Nudirman Munir, Syarifuddin Suding, Bahar,
Desmond Panjaitan. Bersama staf 4 orang (3 laki dan 1 perempuan), plus
seorang dari parelemen TV. Jadi total 13 orang, mereka semua menginap
disalah satu hotel berbintang di Palu, tepatnya Hotel Santika Palu.
Sebuah
hotel bintang tiga (3) untuk ukuran di daerah seperti Palu sudah
termasuk sangat mewah dan hanya bisa dijangkau kelas menengah keatas,
dengan tarif rata-rata/malam 544.000-670.000 ($62), bahkan ada yang
tarifnya 1 (satu) jutaan/malam.
Hari
Senen, 1 April 2013 sekitar jam 17.00 wita salah satu staf Komisi III
bernama Bapak Insan menghubungi beberapa pihak termasuk salah satu tokoh
masyarakat Poso al Ustad Adan Arsal bahwa rencana pertemuan Komisi III
di Poso di batalkan.
Komisi
III menginginkan pertemuan di adakan di kota Palu tepatnya di Hotel
Santika, dan meminta perwakilan masyarakat Poso dari para tokoh
masyarakat dan ormas untuk ke Palu.Sontak rencana ini di tolak oleh
tokoh Poso al Ustad Adnan Arsal bersama tokoh-tokoh lainya, karena
dipandang sangat tidak efektif dan tidak logis.
Alasan
dari Komisi III membatalkan kunjungan ke Poso karena faktor teknis dan
efektifitas (waktu dan jarak) juga tidak masuk akal bagi representasi
masyarakat Poso. Dari pihak Polres atas arahan Polda mencoba melobi
pihak yang dianggap bisa memediasi komponen di Poso, Polres menyiapkan
kendaraan dan siap mengawal dan memberangkatkan dari Polres Selasa pagi 2
April 2013 untuk rombongan yang mau ketemu Komisi III di Palu. Namun
rencana ini juga tidak diaminkan.
Penulusuran
CIIA lebih jauh, di hari Selasa pagi selepas subuh mendapatkan
informasi dari salah satu staf Komisi III bahwa rombongan Komisi tetap
membatalkan kunjungannya ke Poso dan rencana akan membuat agenda
pertemuan tertutup di Palu (Hotel Santika). Dan benar, akhirnya
pertemuan tertutup itu dilaksanakan di salah satu ruang metting hotel
Santika-Palu di lantai 2 yang kapasitas kursinya untuk sekitar 20 orang.
Pertemuan: formalitas kunjungan?
Di hari
Selasa, 2 April 2013 sekitar pkl. 11.00 s/d– 13.00 wita akhirnya
pertemuan tertutup itu dilaksanakan. Awak media juga tidak di izinkan
meliput. Kegiatan di jaga ketat oleh pihak keamanan Polda Sulteng.Yang
hadir dalam agenda tertutup itu:
- Anggota DPRD Kab. Poso yang tergabung dalam Panitia Kerja (Panja) terkait Kasus teror Poso.Mereka 8 (delapan) orang, ketua Panja Bapak Sarifudin, bersama anggota :Hidayat,Bahar, dll.
- Istri Polisi korban penembakan di Poso berjumlah 2 orang.
- Perwakilan salah satu ormas di Palu yang sempat diminta Komisi III memediasi pertemuan di Poso juga hadir bernama Bapak Sardi.
Dan dari
rombongan Komisi III hadir lengkap total 13 orang. Petemuan tersebut di
pimpin (moderator forum) oleh al Muzammil Yusuf. Dengan duduk
dibelakang meja yang membentuk huruf “U” dengan posisi moderator Al
Muzammil di ujung tengah dan dibelakangnya duduk 3 orang staf, sementara
anggota Komisi III lainya duduk berhadapan dengan anggota Panja DPRD
dan lainnya.
Agenda
pertama; dengar pendapat dari peserta yang hadir, dimulai dari Pimpinan
Panja (DPRD Kab Poso) secara bergiliran seluruh anggota, kemudian 2
orang istri polisi korban penembakan, lalu dari perwakilan satu ormas
yang hadir (yang awalnya diminta untuk memediasi pertemuan).
Kemudian
dilanjut agenda kedua; komentar dan penggalian informasi dari Pihak
Komisi III juga secara bergiliran dimulai dari Adang Darajatun hingga
Desmond. Pertemuan di akhiri dengan klosing statemen atau tambahan dari
Panja (DPRD Kab Poso) menanggapi komentar dari komisi III.
Dari pertemuan tertutup tersebut ada empat point pernyataan menarik dari Panja DPRD Kab. Poso di hadapan Komisi III;
Pertama;
Adanya penembakan-penembakan yang terjadi di poso belum terungkap
pelakunya aparat sudah melakukan penyisiran, penangkapan dan penyiksaan
terhadap warga.
Kedua; Adanya stigma Teroris kepada yang di duga Pelaku penembakan menimbulkan sikap yang berlebihan dari densus 88.
Ketiga;
Adanya penamaan Gunung Biru, yang sering disebut aparat sebagai tempat
berlatih kelompok teroris, padahal mereka itu petani biasa. Terus kami
sendiri tidak mengetahui di mana letak Gunung Biru itu. Nanti muncul
ketika kasus penembakan terhadap polisi meledak.
Keempat; Permintaan dari Forum Umat Islam Poso untuk pengembalian (rehabilitasi) nama baik orang yang disiksa oleh polisi tersebut.
Dan gugatan juga disampaikan oleh salah satu peserta pertemuan (Bapak Sardi);
Pertama;
Kenapa acara diadakan di Palu, padahal membahas masalah Poso. Padahal
ia sudah memediasi kegiatan di Poso dengan mengundang atau mengumpulkan
ormas-ormas, tokoh masyarakat, korban penyiksaan dan keluarga korban
penembakan di Poso. karena itu mereka sangat kecewa karena komisi III
batal tidak ke Poso. Peserta yang hadir belum mewakili suara masyarakat
Poso untuk data bagi Komisi III.
Kedua; Dan
ditegaskan lagi bahwa kehadiran orang-orang poso (DPRD dan istri
korban) di sini itu belum mewakili suara orang Poso. Seharusnya
kelompok yang dituduh teroris harus di hadirkan dan didengarkan oleh
komisi III, apakah benar mereka teroris? Karena adanya stigma terorisme
pada kelompok tertentu di Poso, menyebabkan sikap aparat berlebihan.
Dan di akhir pertemuan anggota Komisi III memberikan alasan dan jawaban atas pernyataan yang muncul;
- Dari Adang Darajatun mengomentari paparan istri korban (Polisi) yang merasa lambatnya tindak lanjut laporan mereka : “Kalau misalnya ada yang melapor seperti itu di kepolisian dan belum bertindak tegas, kalau saya menjabat sebagai Kapolda maka saya akan pecat mereka itu”.
- Dari Ruhut Sitompul: ”Tentang adanya Isu pembubaran Densus 88, masyarakat itu tidak setuju karena berdasarkan hasil survey LSI, mayoritas masyarakat memilih Densus88 tetap ada”.
- Dari Nudirman Munir menanggapi mengapa acara tidak jadi di Poso, “Itu karena kami mengefesienkan waktu karena besok kami akan ke Jogja Lagi”.
- Bukankah kehadiran panja (DPRD) kita sudah bahas bahwa kasus Poso itu masalah-masalahnya adalah kasus adanya dendam masyarakat terhadap densus 88, ketidakadilan aparat, apalagi?”
kemudian di timpali peserta lainnya (bernama Amirudin, akademisi Univ. Tadulako Palu); “Yakni
yang lainnya adanya stigma terorisme kepada organisasi tertentu di
Poso, sehingga aparat arogansi dan reaksi berlebihan. Ini yang perlu di
luruskan, apakah di Poso itu sarang teroris? Itu belum terbukti”.
Pertemuan
selesai selesai sekitar jam 13.00 wita dan Komisi III melanjutkan
pertemuan dengan Kapolda Brigjan (pol) Dewa Parsana sekitar jam 14.00
wita. Dari fakta-fakta diatas ada beberapa catatan penting terkait
kinerja dan sikap wakil rakyat menyangkut persoalan Poso;
Pertama; keukehnya
Komisi III memilih Hotel Santika-Palu menjadi tempat pertemuan
mengindikasikan ketidak seriusan wakil rakyat untuk mencerap masukan
dari masyarakat Poso langsung.
Kalau
alasan efesiensi waktu atau kendala jarak dan waktu ini sangat tidak
logis. Kalau orang DPRD Kab. Poso bisa ke Palu sebaliknya kenapa
rombongan Komisi III tidak bisa ke Poso? sama-sama wakil rakyat, kalau
karena faktor keamanan buktinya anggota Panja DPRD Kab. Poso juga bisa
sampai di Palu dengan selamat setelah menempuh perjalanan sekitar 6 jam
via darat dengan medan berbukit.
Dan
sepanjang perjalanan tidak ada penghadangan atau bentuk terror
lainnya.Di sini menjadi bukti yang menggugurkan “gosip” dari Kapolda
Sulteng yang menyatakan kondisi kemanan Poso tidak kondusif.
Maka
wajar kalau tokoh-tokoh masyarakat di Poso menolak untuk memenuhi
undangan Komisi III di Hotel Santika-Palu. Terkesan wakil rakyat tidak
mau repot dan susah-susah, berlagak bos dan rakyat melayani mereka.
Kedua;
fakta pernyataan yang disampaikan oleh anggota Panja DPRD Kab. Poso
belum menyentuh persoalan krusial yang terkait hasil investigasi Komnas
Ham. Mereka berputar hanya masalah kasus Kalora, sementara kasusnya
tidak hanya sebatas itu. Ada masalah Kalora, ada masalah kejahatan
Densus di Tanah Runtuh 22 Januari 2007 (seperti yang diunggah dalam
video berdurai 13 menit) dan lainya (seperti 8 point rekomendasi Komnas
HAM tanggal 18 Maret 2013).Disisi lain, kalau bisa menghadirkan keluarga
korban dari pihak Polisi kenapa tidak bisa menghadirkan dari keluarga
korban kekerasan aparat (Densus88)? Tentu ini tidak balance (seimbang).
Ketiga;
di balik keenganan Komisi III turun ke Poso sejatinya (dugaan kuat)
karena ada upaya sistemik untuk mengganjal upaya penghentian kebiadaban
Densus 88 melalui anggota wakil rakyat (DPRD).
Rencana
panja bisa menguap, sementara wujudnya panja adalah bagian dari langkah
penting untuk mengadvokasi kasus tindakan aparat penegak hukum
dilapangan khususnya Densus 88.
Dari
pernyataan bahwa berdasarkan survey LSI Densus 88 masih dibutuhkan, ini
sangat klise. Persoalan kejahatan dan pelanggaran tidak bisa di nilai
berdasarkan survey dengan koresponden random beragam pengetahuan dan
pemahaman mereka terhadap satu persoalan. Ini logika dengkul yang
sengaja mendangkalkan persoalan.
Keempat;
inilah potret kwalitas wakil rakyat yang memprihatinkan, TKP di Poso
namun mereka enggan ke Poso karena kendala teknis. Dan alasannya besok
harinya harus ke Jogya (kasus Cebongan), maka apakah kasus Poso yang
berdarah-darah dan menahun ini tidak lebih penting dan mendesak
dibanding kasus Cebongan?
Maka
dari sini masyarakat sulit rasanya mengantungkan harapan jika kinerja
seperti diatas dan dengan uang rakyat mereka menikmati keenganan semua
itu.Lebih-lebih masyarakat melalui media TV, menonton berita perilaku
anggota dewan saat rapat ada yang tidur, merokok, baca Koran, main
handphone dan lebih parah lagi banyak yang absen.Ini mulai dari DPR
pusat sampai DPRD.Lantas apa yang bisa di harapkan dari kinerja seperti
itu? Lebih khusus untuk urusan Poso, wakil rakyat (melalui Rombongan
Komisi III) kembali telah menorehkan rasa kecewa yang mendalam pada
masyarakat Poso dan “pengkhianatan” atas nama rakyat.
Oleh
karena itu perlu pengawalan terus menerus dan tekanan publik lebih
massif oleh banyak pihak untuk menuntaskan kasus kajahatan kemanusian
oleh Densus88 yang sudah diluar batas ini. [Ahmed Widad]
FASHION
© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
www.infomadura.com|Toko Online Madura