Pedoman Media Siber
Majalaya. Kualitas air sungai Citarum yang tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga memberikan tambahan beban bagi waduk Saguling, salah satu waduk dari tiga waduk yang berada di Wilayah Sungai Citarum.
Waduk Saguling merupakan Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) untuk Pulau Jawa dan Bali dengan produksi listrik sebesar 2,800 GWH. Waduk Saguling yang terletak di kawasan Rajamandala, Kabupaten Bandung Barat ini memiliki luas kawasan seluas 5,600 hektar.
Dengan empat turbin pembangkit yang masing-masing berkapasitas 175,18 MW, kapasitas tampungan air mencapai 900 juta meter kubik. Jumlah produksi ini bisa turun akibat sampah, limbah pabrik dan sedimentasi yang berada di aliran sungai Citarum.
“Setiap hari sampah plastik yang masuk di Cihampelas (lokasi sebelum air masuk ke waduk) adalah sekitar 10 ton plastik per harinya “ Kata Eri Prabowo, General Manager Indonesia Power, pengelola Waduk Saguling ketika kunjungan bersama media di Majalaya (Kamis, 28/6/12). Selain limbah, Waduk Saguling juga menerima kiriman 4,2 juta ton sedimen per tahunnya.
Eri menyebutkan bahwa kualitas air buruk ini mempengaruhi kerja mesin menjadi lebih berat akibat laju korosif yang tinggi. Hal ini mempengaruhi efisiensi dan biaya pemeliharaan waduk. Indonesia Power mengeluarkan tambahan Rp 1 milyar untuk pemeliharaan rutin per tahunnya. Pemeliharaan rutin waduk juga termasuk pembersihan eceng gondok, limbah, penelitian kualitas air serta penghijauan.
Manajer Komunikasi Luthfi Hani menyebutkan pembangkit listrik tenaga air ini sangat efisien dan biayanya lebih murah daripada dengan bahan bakar minyak.
“Dengan tenaga air, biaya yang dikeluarkan hanya Rp 70/KWH, sedangkan bahan bakar minyak mencapai Rp 1800/KWH. Bayangkan perbedaan biaya produksinya dengan produksi listrik sebesar 2,800 GWH” Kata Luthfi.
Keterangan foto: Pemandangan di Jembatan Kondang, Majalaya
Keterangan foto: Foto udara sedimentasi sebelum memasuki Waduk Saguling. Foto diambil pada bulan Agustus 2011
Sama-Sama Tercemar
Dalam kunjungan lapangan Indonesia Power bersama jurnalis dari berbagai media massa, peserta mengunjungi beberapa titik lokasi yang terletak di tepi Sungai Citarum, antara lain Bale Kambang, Dusun Ciwalengke, Kondang dan Karang Anyar.
Kesamaan dari lokasi tersebut adalah limbah yang dibuang langsung ke sungai, baik limbah rumah tangga berupa sampah yang menumpuk di sisi-sisi sungai, ataupun limbah industri yang mengalir melalui pipa pembuangan langsung ke sungai.
Di Bale Kambang misalnya, buangan limbah industri masuk langsung ke saluran irigasi dan merembes ke sawah yang terletak di belakang pabrik. Sementara di Karang Anyar, buangan limbah dari pabrik tekstil yang berwarna merah gelap terlihat sangat kontras dengan air sungai yang berwana kecokelatan.
Di Desa Ciwalengke RT 2 RW 10, sebanyak 86 KK atau sekitar 225 jiwa menggunakan sumber air yang juga dialiri oleh limbah dari beberapa pabrik yang “mengepung” daerah tersebut.
“Kami pakai air ini untuk mandi, cuci dan kalau keluarga saya pakai air ini untuk minum, karena membeli air Rp 3,000 per gallon terlalu mahal untuk kami” Kata Ema, 34 tahun, warga RT 2 yang memiliki 5 orang anak.
Indonesia Power melalui dana sosialnya melakukan kegiatan bersama masyarakat untuk mengurangi sampah seperti yang dilakukan di Kecamatan Cihampelas melalui Koperasi Bersama untuk mengambil sampah di sungai, mengolah dan mendaur ulang.
“Tetap diperlukan kerjasama lintas sektor bersama para pemangku kepentingan terkait untuk menanggulangi kompleksnya permasalahan Sungai Citarum” Kata Noesita Indriani, Sekretaris Indonesia Power.
Sumebr:citarum.org
Teknologi
