Customer Service
Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500
Fanpage
Comments
Template Information
KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Otomotif
INFO UTAMA
Pages
ADVERTISEMENT
Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com
Email kami:
maduraexposenews@gmail.com
serba - serbi
Sport
Featured Post 6
Sosial - Politik
Powered by Blogger.
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");
-
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts2\"><\/script>");
Labels:
Suara Tani
Lahan potensial sawit di Thailand 700.000 hektar, sudah ditanami
600.000 hektar, dengan skema kemitraan inti-plasma, tetapi tidak seperti
di Indonesia atau Malaysia. Mereka tidak terikat kontrak atau
perjanjian kerjasama dengan pengusaha. Luasan sawit jauh lebih kecil
daripada Indonesia dan Malaysia, yang masing-masing menempati posisi
satu dan dua penghasil sawit dunia.
Trend perkebunan kelapa sawit di Thailand terus naik. Tahun 1981 naik 11 persen, tahun 2000 (9 persen), dan tahun 2010 (9,7 persen). Perkembangan industri kelapa sawit diprioritaskan untuk industri mekanan, bahan kimia, dan bahan bakar nabati (biofuel).
Sekitar 90 persen kebun sawit Thailand terkonsentrasi di wilayah selatan. Tiga propinsi penghasil sawid di wilayah selatan adalah Surat Thani, Chumporn, dan Krabi. Tiga propinsi ini menyumbang 70 persen (406.193 hektar) dan total 580.275 hektar lahan sawit di Thailand. Sisanya disumbang dari tujuh propinsi lain, seperti Trad, Ranong,Trang, Cholburi, dan Satun.
Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Indonesia dengan program kerja Indonesia Clean Energy Development (ICED), selama tiga hari (11-13 Oktober) melakukan studi tur ke lima pabrik pengolahan limbah kelapa sawit di Provinsi Krabi, Thailand. Tim ini beranggotakan sekitar 40 orang.
Mereka adalah pengambil kebijakan di perbankan, pengusaha sawit, PT PLN, staf Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementrian Pertanian, dinas perkebunan dan dinas pertambangan dari beberapa propinsi, Bupati Kampar Jefri Noer, serta Wakil Ketua DPRD Kampar Eva Yuliana.
Fokus kunjungan adalah soal pemanfaatan limbahkelapa sawit cair dan padat (tandan kosong) untuk menghasilkan aliran listrik bagi kepentingan pabrik, masyarakat, dan pemerintah. Kunjungan itu, antara lain, ke PT Univanich Palm Oil, sekitar 70 km dari Aonang, salah satu kota di Krabi.
Direktur Manajer Univanich Palm Oil Mr John Clendon pada kesempatan itu, antara lain, menjelaskan, Univanich membangun tiga proyek biogas, yakni siam (2007), Lamthap (2008), dan Topi (2009), dengan total investasi ketiga proyek ini senilai 6,8 juta dollar AS. Ketiga pabrik ini menghasilkan masing-masing 593 kW listrik atau 2.856 MW, dengan mengutamakan prinsip mekanisme pembangunan bersih (CDM).
Perusahaan ini meperkerjakan sekitar 100 tenaga kerja lokal, dengan lahan potensial. Mereka sangat mengutamakan kualitas sawit, termasuk proses pembibitan. Perusahaan ini juga menerima buah tandan kelapa sawit daripetani setempat.
Kapasitas limbah cair kelapa sawit mencapai 593,001 meter kubik. Total rata-rata listrik yang hanya dihasilkan dari sini sebanyak 34.491 kW per jam. Surplus biogas yang di hasilkan mencapai 3.820.805 nm3 dari total 21.259.759 nm3, dari certified emission eductions sekitar 90.000 CERrs.
Tahun 2011 kapasitas penjualan listrik yang dihasilkan dari pengolahan limbah sawit sebanyak 34.492 MW dengan nilai penjualan79,8 juta baht atau sekitar Rp 23,940 miliar per jam. Pemanfatan listrik untuk pabrik sendiri senilai 14,6 juta baht atau Rp 4,380 miliar per jam.
Listrik yang dihasilkan dijual ke perusahaan listrik negara, dengan harga 0,3 baht per kWh atau setara 1 sen dollar AS per kWh atau Rp 90. Pemerintah kemudian menjual kepada masyarakat dengan harga sekitar Rp 70 per kWh setelah disubsidi.
Limbah sawit cair dimasukkan kedalam kolam sebelum masuk ke penampungan yang menghasilkan biogas. Penampungan khusus biogas ini ditutupi karpet dengan ukuran sesuai besar lubang penampungan selama 20-40 hari, tergantung volume kandungan untuk menghasilkan biogas.
Suhu di dalam kolam berkarpret itu 40-50 derajat celcius. Setelah 40-50 hari, limbah cair itu berubah menjadi biogas metan (CH4). Biogas ini disalurkan ke tabung (penampung) gas, kemudian di proses mask ke titik pemasangan listrik.
Keuntungan dari pemanfatan limbah sawit cair untuk biogas, antara lain, biaya konstruksi oengadaan listrik murah, harga listrik terjangkau untuk masyarakat kecil, ramah lingkungan, dan meningkatkan ekonomi masyarakat kecil.
Joost Siteur, tenaga ahli di bidang pengolaan biogas Thailand, mengatakan, dalam 10 tahun terakhir perkembangan biogas di negara itu luar biasa. Perbankan berlomba memberi pinjaman modal. Biogas menjadi proyek keuangan yang menjanjikan saat ini dan di masa depan.
Proyek biogas di Thailand telah mencapai 1.600 MW dari target 4.000 MW pada tahun 2025. Target itu diprediksi tercapai karena semua pihak punya komitmen yang sam. Proyek biogas yang dikembangkan setiap perusahaan kelapa sawit telah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah, dan pemerintah juga telah memenuhi kewajibannya. Indonesia baru memanfaatkan sekitar 305 MW energi biogas.
Masalah utama adalah risiko operasional. Bagaimana proses dari limbah kelapa sawit cair sampai menghasilkan energi biogas (listrik). Disini dibutuhkan tenaga ahli yang memahami bidangnya.
Bakteri yang dibutuhkan untuk memproses limbah cair menjadi biogas juga harus hidup pada kodisi tertentu, dan tidak berubah-ubah. Untuk itu, ada sejumlah teknologi yang bisa diaplikasi
Heri Wibowo dari PTPN V mengatakan, PTPN sedang mengambangkan teknologi biogas dengan memanfaatkan limbah sawit cair dan padat (tandan kosong), tetapi ada persoalan yang dihadapi, antara lain ketersediaan tenaga ahli. Tidak mudah memproses limbah kelapa sawit cair menjadi energi listrik karena butuh keterampilan dan keahlian khusus.
“Belum lagi peraturan pemerintah yang tidak mendukung, seperti ketentuan ekspor buah tandan yang segar untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri, ekspor limbah tandan kosong ke Malaysia, dan hambatan lain, seperti perbankan,” kata Wibowo.
|Sumber:otonomidaerah.org|
Trend perkebunan kelapa sawit di Thailand terus naik. Tahun 1981 naik 11 persen, tahun 2000 (9 persen), dan tahun 2010 (9,7 persen). Perkembangan industri kelapa sawit diprioritaskan untuk industri mekanan, bahan kimia, dan bahan bakar nabati (biofuel).
Sekitar 90 persen kebun sawit Thailand terkonsentrasi di wilayah selatan. Tiga propinsi penghasil sawid di wilayah selatan adalah Surat Thani, Chumporn, dan Krabi. Tiga propinsi ini menyumbang 70 persen (406.193 hektar) dan total 580.275 hektar lahan sawit di Thailand. Sisanya disumbang dari tujuh propinsi lain, seperti Trad, Ranong,Trang, Cholburi, dan Satun.
Badan untuk Pembangunan Internasional Amerika Serikat (USAID) Indonesia dengan program kerja Indonesia Clean Energy Development (ICED), selama tiga hari (11-13 Oktober) melakukan studi tur ke lima pabrik pengolahan limbah kelapa sawit di Provinsi Krabi, Thailand. Tim ini beranggotakan sekitar 40 orang.
Mereka adalah pengambil kebijakan di perbankan, pengusaha sawit, PT PLN, staf Kementrian Energi dan Sumber Daya Mineral, Kementrian Pertanian, dinas perkebunan dan dinas pertambangan dari beberapa propinsi, Bupati Kampar Jefri Noer, serta Wakil Ketua DPRD Kampar Eva Yuliana.
Fokus kunjungan adalah soal pemanfaatan limbahkelapa sawit cair dan padat (tandan kosong) untuk menghasilkan aliran listrik bagi kepentingan pabrik, masyarakat, dan pemerintah. Kunjungan itu, antara lain, ke PT Univanich Palm Oil, sekitar 70 km dari Aonang, salah satu kota di Krabi.
Direktur Manajer Univanich Palm Oil Mr John Clendon pada kesempatan itu, antara lain, menjelaskan, Univanich membangun tiga proyek biogas, yakni siam (2007), Lamthap (2008), dan Topi (2009), dengan total investasi ketiga proyek ini senilai 6,8 juta dollar AS. Ketiga pabrik ini menghasilkan masing-masing 593 kW listrik atau 2.856 MW, dengan mengutamakan prinsip mekanisme pembangunan bersih (CDM).
Perusahaan ini meperkerjakan sekitar 100 tenaga kerja lokal, dengan lahan potensial. Mereka sangat mengutamakan kualitas sawit, termasuk proses pembibitan. Perusahaan ini juga menerima buah tandan kelapa sawit daripetani setempat.
Kapasitas limbah cair kelapa sawit mencapai 593,001 meter kubik. Total rata-rata listrik yang hanya dihasilkan dari sini sebanyak 34.491 kW per jam. Surplus biogas yang di hasilkan mencapai 3.820.805 nm3 dari total 21.259.759 nm3, dari certified emission eductions sekitar 90.000 CERrs.
Tahun 2011 kapasitas penjualan listrik yang dihasilkan dari pengolahan limbah sawit sebanyak 34.492 MW dengan nilai penjualan79,8 juta baht atau sekitar Rp 23,940 miliar per jam. Pemanfatan listrik untuk pabrik sendiri senilai 14,6 juta baht atau Rp 4,380 miliar per jam.
Listrik yang dihasilkan dijual ke perusahaan listrik negara, dengan harga 0,3 baht per kWh atau setara 1 sen dollar AS per kWh atau Rp 90. Pemerintah kemudian menjual kepada masyarakat dengan harga sekitar Rp 70 per kWh setelah disubsidi.
Limbah sawit cair dimasukkan kedalam kolam sebelum masuk ke penampungan yang menghasilkan biogas. Penampungan khusus biogas ini ditutupi karpet dengan ukuran sesuai besar lubang penampungan selama 20-40 hari, tergantung volume kandungan untuk menghasilkan biogas.
Suhu di dalam kolam berkarpret itu 40-50 derajat celcius. Setelah 40-50 hari, limbah cair itu berubah menjadi biogas metan (CH4). Biogas ini disalurkan ke tabung (penampung) gas, kemudian di proses mask ke titik pemasangan listrik.
Keuntungan dari pemanfatan limbah sawit cair untuk biogas, antara lain, biaya konstruksi oengadaan listrik murah, harga listrik terjangkau untuk masyarakat kecil, ramah lingkungan, dan meningkatkan ekonomi masyarakat kecil.
Joost Siteur, tenaga ahli di bidang pengolaan biogas Thailand, mengatakan, dalam 10 tahun terakhir perkembangan biogas di negara itu luar biasa. Perbankan berlomba memberi pinjaman modal. Biogas menjadi proyek keuangan yang menjanjikan saat ini dan di masa depan.
Proyek biogas di Thailand telah mencapai 1.600 MW dari target 4.000 MW pada tahun 2025. Target itu diprediksi tercapai karena semua pihak punya komitmen yang sam. Proyek biogas yang dikembangkan setiap perusahaan kelapa sawit telah memenuhi standar yang ditetapkan pemerintah, dan pemerintah juga telah memenuhi kewajibannya. Indonesia baru memanfaatkan sekitar 305 MW energi biogas.
Masalah utama adalah risiko operasional. Bagaimana proses dari limbah kelapa sawit cair sampai menghasilkan energi biogas (listrik). Disini dibutuhkan tenaga ahli yang memahami bidangnya.
Bakteri yang dibutuhkan untuk memproses limbah cair menjadi biogas juga harus hidup pada kodisi tertentu, dan tidak berubah-ubah. Untuk itu, ada sejumlah teknologi yang bisa diaplikasi
Heri Wibowo dari PTPN V mengatakan, PTPN sedang mengambangkan teknologi biogas dengan memanfaatkan limbah sawit cair dan padat (tandan kosong), tetapi ada persoalan yang dihadapi, antara lain ketersediaan tenaga ahli. Tidak mudah memproses limbah kelapa sawit cair menjadi energi listrik karena butuh keterampilan dan keahlian khusus.
“Belum lagi peraturan pemerintah yang tidak mendukung, seperti ketentuan ekspor buah tandan yang segar untuk memenuhi kebutuhan pasokan dalam negeri, ekspor limbah tandan kosong ke Malaysia, dan hambatan lain, seperti perbankan,” kata Wibowo.
|Sumber:otonomidaerah.org|
FASHION
© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
www.infomadura.com|Toko Online Madura