Customer Service
Informasikan kebutuhan Anda melalui SMS Center kami di 0877-500-86-500
Fanpage
Comments
Template Information
KELAUTAN DAN PERIKANAN|KP
Otomotif
INFO UTAMA
Pages
ADVERTISEMENT
Untuk Anda yang ingin menjual barang Anda lebih aman, segera hubungi Marketing Infomadura.com
Email kami:
maduraexposenews@gmail.com
serba - serbi
Sport
Featured Post 6
Sosial - Politik
Powered by Blogger.
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts1\"><\/script>");
-
?max-results="+numposts2+"&orderby=published&alt=json-in-script&callback=showrecentposts2\"><\/script>");
Partai Gerindra ngotot agar Ketua Umum PDI Perjuangan (PDIP) Megawati
Soekarnoputri mendukung pencalonan Prabowo Subianto sebagai capres di
Pemilu 2014. Tuntutan Gerindra ini bukan tak berdasar, rupanya antara
Prabowo dan Gerindra pernah membuat kontrak politik yang isinya,
Megawati akan dukung Prabowo di 2014.
Menurut sumber merdeka.com, perjanjian politik terjadi pada tahun 2009 jelang diselenggarakannya pemilu presiden. Saat itu, pertemuan berlangsung panas sebelum mencapai kata sepakat soal koalisi dan mengusung Megawati-Prabowo (Mega-Pro) sebagai capres dan cawapres di Pemilu 2009.
"Pertemuan terjadi kira-kira sehari sebelum ditutupnya pendaftaran capres dan cawapres pemilu 2009. Pertemuan itu terjadi di Batu Tulis," kata sumber itu kepada merdeka.com.
Menurut sumber itu, pertemuan sempat berlangsung panas karena tidak menemukan titik temu terkait kontrak politik antara Gerindra dan PDIP. Jalan keluarnya, kata dia, adalah kesepakatan agar Megawati dukung pencalonan Prabowo di Pemilu 2014.
"Di sana hadir juga Puan Maharani, Pramono Anung, Megawati, Sabam Sirait, Hashim Djojohadikusumo, Prabowo Subianto dan Fadli Zon," tutur politisi senior ini.
Oleh sebab itu, terasa wajar jika Gerindra menagih janji PDIP untuk mendukung Prabowo karena perjanjian tersebut. "Ini hanya soal komitmen politik," pungkas dia.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi enggan membeberkan dan menjelaskan perjanjian di Batu Tulis itu. Dia menyerahkan seluruhnya kepada kedua tokoh partai itu yakni, Prabowo dan Megawati.
"Itu urusan Pak Prabowo. Dan Ibu Megawati. Biar mereka yang berbicara," jelas Suhardi saat dihubungi, Kamis (5/9).
Suhardi pun membantah jika karena persoalan Jokowi ini hubungan antara PDIP dan Gerindra menjadi panas. Menurut dia, sejak dahulu antara partai berlambang burung garuda dan partai berlambang banteng merah ini baik-baik saja.
"Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat. Hubungan kami sejak dahulu baik sampai sekarang. Kami ketemu ketika acara Pak Taufik Kiemas di Teuku Umar," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP DPR, Puan Maharani tak ambil pusing imbauan Partai Gerindra untuk tidak mengusung Joko Widodo (Jokowi) dan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres. Menurut Puan, siapapun yang diusung dan apapun yang akan dilakukan di pemilu adalah hak mutlak PDIP.
"Sepertinya siapa yang akan dicalonkan itu kan sebenarnya semuanya adalah keputusan dari PDIP, pak Jokowi merupakan kader dari PDIP, kalau menjadi ada usulan dari teman-teman lain silakan saja, tapi buat kami siapa yang akan PDIP usulkan itu adalah hak dari PDI Perjuangan," jelas Puan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9).
Puan juga tak mengindahkan perjanjian politik yang terjadi antara PDIP dan Gerindra saat berkoalisi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut Puan, keputusan politik tak harus dilakukan dengan bernegosiasi.
"Apa iya dalam semua keputusan politik selalu ada kompensasi atau negosiasi. Saya rasa itu seperti jual beli jadi semua ini lebih baik lihat dulu hasil pemilihan legislatif," tegas Puan.
Menurut sumber merdeka.com, perjanjian politik terjadi pada tahun 2009 jelang diselenggarakannya pemilu presiden. Saat itu, pertemuan berlangsung panas sebelum mencapai kata sepakat soal koalisi dan mengusung Megawati-Prabowo (Mega-Pro) sebagai capres dan cawapres di Pemilu 2009.
"Pertemuan terjadi kira-kira sehari sebelum ditutupnya pendaftaran capres dan cawapres pemilu 2009. Pertemuan itu terjadi di Batu Tulis," kata sumber itu kepada merdeka.com.
Menurut sumber itu, pertemuan sempat berlangsung panas karena tidak menemukan titik temu terkait kontrak politik antara Gerindra dan PDIP. Jalan keluarnya, kata dia, adalah kesepakatan agar Megawati dukung pencalonan Prabowo di Pemilu 2014.
"Di sana hadir juga Puan Maharani, Pramono Anung, Megawati, Sabam Sirait, Hashim Djojohadikusumo, Prabowo Subianto dan Fadli Zon," tutur politisi senior ini.
Oleh sebab itu, terasa wajar jika Gerindra menagih janji PDIP untuk mendukung Prabowo karena perjanjian tersebut. "Ini hanya soal komitmen politik," pungkas dia.
Sementara itu, Ketua Umum Partai Gerindra Suhardi enggan membeberkan dan menjelaskan perjanjian di Batu Tulis itu. Dia menyerahkan seluruhnya kepada kedua tokoh partai itu yakni, Prabowo dan Megawati.
"Itu urusan Pak Prabowo. Dan Ibu Megawati. Biar mereka yang berbicara," jelas Suhardi saat dihubungi, Kamis (5/9).
Suhardi pun membantah jika karena persoalan Jokowi ini hubungan antara PDIP dan Gerindra menjadi panas. Menurut dia, sejak dahulu antara partai berlambang burung garuda dan partai berlambang banteng merah ini baik-baik saja.
"Kami tidak merasa memanasi. Itu hal yang biasa dalam berpendapat. Hubungan kami sejak dahulu baik sampai sekarang. Kami ketemu ketika acara Pak Taufik Kiemas di Teuku Umar," pungkasnya.
Sebelumnya, Ketua Fraksi PDIP DPR, Puan Maharani tak ambil pusing imbauan Partai Gerindra untuk tidak mengusung Joko Widodo (Jokowi) dan mendukung Prabowo Subianto sebagai capres. Menurut Puan, siapapun yang diusung dan apapun yang akan dilakukan di pemilu adalah hak mutlak PDIP.
"Sepertinya siapa yang akan dicalonkan itu kan sebenarnya semuanya adalah keputusan dari PDIP, pak Jokowi merupakan kader dari PDIP, kalau menjadi ada usulan dari teman-teman lain silakan saja, tapi buat kami siapa yang akan PDIP usulkan itu adalah hak dari PDI Perjuangan," jelas Puan di Gedung DPR, Jakarta, Selasa (3/9).
Puan juga tak mengindahkan perjanjian politik yang terjadi antara PDIP dan Gerindra saat berkoalisi di Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI Jakarta beberapa waktu lalu. Menurut Puan, keputusan politik tak harus dilakukan dengan bernegosiasi.
"Apa iya dalam semua keputusan politik selalu ada kompensasi atau negosiasi. Saya rasa itu seperti jual beli jadi semua ini lebih baik lihat dulu hasil pemilihan legislatif," tegas Puan.
[bal]
Sumber: merdeka
FASHION
© Copyright 2014 PT.MFN GROUP
www.infomadura.com|Toko Online Madura
www.infomadura.com|Toko Online Madura